A
Trip To Hell – Ps. Philip Mantofa
Kesaksian Philip Mantofa Sep 17, '09
5:54 AM
1 Januari 2000, pukul 5.00 WIB. Saya
terbangun dan terkejut. Sekeliling saya gelap dan saya tidak dapat
melihat apapun. Saya tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan di tempat itu,
kecuali suara-suara teriakan kesakitan yang lamat-lamat terdengar dari
kejauhan.
“Bangun! Aku
ingin menunjukkan sesuatu yang sangat penting kepadamu.” Saya tahu bahwa itu
suara Tuhan Yesus. Saya bangun dan mengikuti-Nya. Ia membawa saya ke padang
gurun. Sebuah perjalanan yang panjang dengan suasana mencekam. Saya tidak
merasakan adanya tanda-tanda kehidupan di sana, kecuali kesunyian yang
bercampur kengerian yang tak terkatakan. Sunyi, sangat tandus dan tak ada angin
yang berhembus. Tenggorokan saya terasa kering karena panasnya melebihi batas
normal. Di sepanjang jalan saya melihat banyak makhluk-makhluk aneh yang tak
pernah saya lihat atau jumpai di bumi.
Saya tidak bisa
berjalan cepat, tetapi berjalan setapak demi setapak untuk bisa sampai ke
sebuah gerbang yang besar sekali sehingga ujungnya tak tampak. Saya tidak tahu
pintu itu terbuat dari apa. Pintu gerbang itu tinggi sekali dan menyeramkan.
Saya mendongakkan kepala untuk membaca sebuah papan nama. Kalau Tuhan tidak
membantu saya, mungkin saya tidak akan pernah bisa membacanya. Tulisan itu
tidak menyerupai tulisan dalam bahasa apapun di bumi, bunyinya : Valley of
Torture, Lembah Penyiksaan. Saya baru menyadari dimana saya berada saat itu.
Ternyata saya berada di neraka! Masih dalam keadaan shock, saya mendengar suara
Tuhan di sebelah saya berkata, “Buka pintu itu!”
Saya menghela
nafas panjang. Bagaimana mungkin? Akhirnya saya menaati perintah-Nya dan dengan
urapan kuasa Tuhan saya menyorongkan tangan saya ke pintu gerbang itu. Cuma
dengan menyentuhnya pintu gerbang besar itu terbuka dan berbunyi
kkkkkkrriiiieeekkkkkkkkk. Deritnya memekakkan telinga.
Masuk ke dalam
kegelapan di balik pintu gerbang besar itu, saya mencium bau busuk yang
menyengat hidung. Hawa panas menyerbu saya, disusul bau daging terbakar yang
membuat saya mual dan ingin muntah. Mendadak kepala saya pusing karena
mengetahui bau daging apa yang sedang terbakar disana, bau daging manusia
terpanggang.
Apa yang saya
lihat di balik pintu itu sulit sekali saya lupakan. Bahkan setelah semuanya
kembali berjalan seperti biasa, ingatan akan tempat terkutuk itu sulit dihapus
dari benak saya. Di Lembah Penyiksaan itu saya melihat banyak orang-orang yang
mati di luar Tuhan Yesus ditempatkan. Sayangnya saya hanya mampu menceritakan sebagian
kecil dari semua yang saya lihat di sana.
Saya tahu ada
banyak sekali manusia yang tak terhitung jumlahnya di sana. Karena
saya mendengar suara jeritan mereka memenuhi udara, berbarengan dengan kertakan
gigi. Jeritan mereka itu memekakkan telinga, sehingga rasa ngeri membungkus
sekujur tubuh saya. Teriakan kesakitan mereka itu seolah-olah menghilangkan
kekuatan saya untuk tetap melihat semuanya sampai selesai.
Jika urapan-Nya
tidak melindungi saya, saya takkan bisa bertahan di sana. “Lord, get me out of here, please. .
.” pinta saya kepada Tuhan. Namun Tuhan tidak menanggapi saya.
Belum habis rasa panik saya, tiba-tiba
saya melihat kengerian yang lain. Tak jauh dari tempat saya berdiri, saya
melihat seorang wanita yang dikerumuni roh-roh jahat. Mereka berbentuk aneh.
Roh-roh jahat itu berjalan-jalan mengelilingi wanita itu, sambil memegang
senjata tajam yang tak pernah saya lihat di bumi.
Saya melihat wajah wanita itu diliputi
ketakutan yang sangat. Saya tahu bahwa ia belum lama mati karena posisinya saat
itu sangat dekat dengan gerbang maut di mana saya berada. Saya tidak tahu apa
yang membuat ia mati. Yang saya tahu, ia masih muda dan wajahnya cantik.
Ketakutan di wajahnya sangat jelas ketika ia memohon belas kasihan mereka.
Sayangnya, roh-roh jahat di sekelilingnya tidak menggubris permintaannya.
Malahan mereka tertawa-tawa senang melihat ketakutan wanita itu. Mereka
mengikat kedua tangan wanita itu ke sebuah balok kayu dan terus mengancam dan
mengintimidasinya.
“Ayo, berdusta! Ayo, berdusta!”
Semakin ia berteriak ketakutan, semakin keras iblis-iblis itu menyuruhnya
berdusta. Ternyata selama hidup di bumi wanita itu sering mendustai
suaminya. Ia tidak setia kepada janji dan ikatan pernikahannya. Wanita itu
berselingkuh dengan pria lain. Wanita itu tampak pasrah terhadap perintah
mereka.
“Ya, ya, aku akan
berdusta! Aku akan berdusta!”
Saya kira wanita
itu akan dibebaskan karena telah memenuhi permintaan mereka. Ternyata dugaan
saya keliru. Salah satu roh jahat itu menyodok wajah perempuan itu dengan
senjata yang bentuknya aneh, kemudian menggaruk wajahnya dengan senjata yang
sama dengan kasar dan cepat. Kulit wajah wanita itu terkelupas bersamaan dengan
teriakan dan jeritan kesakitan wanita malang itu. Darah segar menyembur dari
luka di wajahnya, dari luka yang menganga. Teriakan kesakitan terdengar sangat
menyayat hati. Wajahnya tampak mengerikan akibat tindakan brutal dari iblis
ini. Di saat yang bersamaan saya melihat roh jahat yang lain muncul dari balik
kerumunan, menarik lidah wanita ini hingga putus. Jeritan kesakitan
melolong-lolong keluar dari mulut tanpa lidah ini.
Saya terpana.
Saya kehabisan kata-kata. Jantung saya seperti berhenti sepersekian
detik karena sangat kaget. Saya tak menduga sama sekali bahwa wanita tersebut
akan diperlakukan sesadistis itu. Saya tidak tahan lagi! Saya berteriak dengan
marah. Saya bermaksud ingin menolongnya. Tetapi teriakan saya tenggelam dalam
kegelapan dan kengerian. Karena dikuasai rasa takut, suara saya terdengar bagai
rintihan. Tetapi mereka tidak dapat mendengar saya.
Belum pulih dari
shock saya, tiba-tiba saya melihat lidahnya kembali ada. Seolah-olah tidak
terjadi apapun. Cuma darah yang tersisa di wajahnya menandakan adanya perlakuan
sadistis atas wanita itu. Iblis yang sama kembali mengulangi kejadian tadi
dengan senjatanya. Kembali wanita itu menjerit-jerit kesakitan. Begitu terus
berulang-ulang sehingga kengerian menguasai saya sepenuhnya. Pada akhirnya saya
tahu bahwa kekekalan di sana berlaku atas tubuh, perasaan dan pikiran manusia.
Sekalipun semuanya terjadi di alam supranatural, tetapi jeritan, ekspresi
ketakutan, bentuk penyiksaan, kertakan gigi, suara tawa iblis di neraka begitu
nyata. Neraka itu lebih nyata dan lebih kekal daripada apa yang ada di bumi
ini.
“Ayo, kita bawa wanita ini ke depan, ke lautan api itu!” Seketika itu juga
saya diberi hikmat Tuhan tentang perbedaan antara maut, kerajaan maut, dan
lautan api. Orang yang mati
dalam dosanya akan mengalami maut, karena upah dosa ialah maut. Mereka terpisah selama-lamanya dari hadirat
Allah. Di sanalah setan-setan mendirikan kerajaan maut. Mereka menyiksa
manusia-manusia yang berada di kerajaan maut. Lautan api adalah hukuman
terakhir bagi iblis dan para pengikutnya.
“Tiiiddddaaaakkkkkkkk!
Aku tak mau ke sana. Tidak mauuuuu!” Wanita tersebut memohon belas kasihan
iblis-iblis itu. Dengan tangan terikat ke belakang, wajah yang hancur dan
bersimbah darah, lidah yang putus, ia berlutut menangis memohon belas kasihan
para penyiksanya. Sungguh, itu merupakan pemandangan yang sangat sangat sangat
menyedihkan, membuat iba, dan sekaligus mengerikan. Bukan iba, bukan belas
kasihan, para roh jahat itu malahan bersorak-sorak kegirangan melihat korban di
depannya tak berdaya, penuh kemalangan.
“Aku tidak mau ke
sana. Tidak mau. Siksa aku saja di sini. Siksa aku saja semau kalian, jangan bawa
aku ke sana!” Wanita itu sudah demikian tersiksa, sedemikian menderita,
sedemikian kesakitan, masih memilih disiksa di situ saja, dibandingkan dibawa
ke lautan api. Saya bisa memahami ketakutannya. Lautan api itu bukan dongeng.
Tempat itu nyata. Tempat itu ada di depan matanya. Benar kata Alkitab, “Ngeri
benar, kalau jatuh ke dalam penghukuman Allah yang hidup!”
Tak jauh dari
tempat wanita itu disiksa, saya melihat seorang pria yang tinggal kerangka,
karena dagingnya telah meleleh, digotong kembali ke dekat pintu gerbang.
Sebelumnya ia ditempatkan di dekat lautan api. Saya yakin ia telah lama mati.
Ia dibawa ke dekat pintu gerbang itu entah untuk ke berapa kalinya, hanya untuk
mempermainkan perasaannya. Sementara itu roh-roh jahat yang mengerumuninya
berteriak-teriak memberi semangat, “Ayo, onani! Ayo, masturbasi!”
Rupanya, semasa
ia hidup ia sering melakukan masturbasi. Ketika saya mendengar roh-roh jahat
itu berteriak-teriak, saya dikagetkan dengan munculnya ribuan ulat yang
menjalar keluar dari lubang kemaluannya yang sebenarnya tinggal daging meleleh.
Ulat-ulat itu keluar juga dari lubang mata, hidung, dan telinganya.
Ulat-ulat itu menjilati dagingnya yang meleleh. Saya tidak pernah menjumpai
ulat-ulat seperti itu di bumi. Pria itu sangat kesakitan digerogoti dagingnya
oleh ulat-ulat ganas itu.
Tak jauh dari
tempat saya berdiri, saya melihat seorang pria muda yang sepertinya baru
meninggal. Saya tahu kalau ia belum lama meninggal, karena orang-orang yang
sudah lama meninggal akan berada di tempat yang sangat jauh dari tempat saya
berdiri di dekat gerbang maut itu. Tak berapa lama kemudian beberapa roh jahat
datang membawa seorang pria yang lebih tua usianya. Dugaan saya, semasa mereka
hidup, mereka adalah ayah dan anak. Roh-roh jahat itu memaksa kedua orang itu
ke tengah lingkaran. Mereka memaksa pria yang lebih muda untuk makan bagian
belaksan dari kepala pria yang lebih tua. Memakan otak! Mengerikan sekali.
Sebelumnya para iblis itu merobek belakang tempurung kepala pria yang lebih tua
dengan tangan mereka. Terdengar jerit kesakitan dari pria tua itu. Dan anak
muda itu tak punya pilihan lain selain memakan otak dan bagian belakang pria
yang adalah ayahnya.
Melihat kejadian
yang menjijikkan dan gila itu saya berteriak histeris. Saya marah sekali
melihat kejadian itu. Seumur hidup saya tidak pernah melihat dengan mata kepala
sendiri perbuatan kanibalisme seperti itu. Sontak saya menjadi pusing dan tubuh
saya gemetar. Sekujur tubuh saya jadi lemas karena ngeri. Kalau bukan karena
tangan-Nya yang memberi kekuatan, saya tidak akan kuat berdiri.
“Tuhhhaaaaaannnnn!
Jangan diam saja! Lakukan sesuatu!” kata saya iba. Tuhan tidak menjawab. Saya
merasa putus asa karena saya tak dapat menghalangi perbuatan iblis-iblis itu.
“Lord, do something, please. Tuhan, Engkau ‘kan penuh kuasa. Lakukan sesuatu.”
Tuhan tetap diam. Saya tidak dapat berbuat apa-apa lagi, selain
menaati-Nya. Saya memaksakan diri untuk melihat kembali potongan
adegan yang sangat sangat mengerikan itu. Anak muda itu masih sedang memakan
bagian belakang tempurung kepala ayahnya yang sangat-sangat kesakitan.
“Cukup, Tuhan!
Hentikan! Saya tidak tahan!”
“Tidak! Engkau
harus tetap di sini! Tetaplah di dekat-Ku dan jangan bergerak,” kata-Nya dengan
lembut. “Jangan membenci,” sambung-Nya. Seketika itu juga saya mengerti bahwa
mereka berdua, ayah dan anak itu, saling membenci ketika mereka masih ada di
dunia. Mereka tidak mau saling memaafkan sampai kematian menjemput mereka.
Ketika saya
menoleh kembali ke arah ayah dan anak itu, terdengar suara satu roh jahat,
“Sekarang tiba giliranmu!” Pria yang lebih tua dengan kesakitan yang sangat
karena bagian kepalanya tinggal seperempat, menuruti kata-kata iblis itu. Ia
sekarang berbalik memakan kepala anaknya sendiri. Wajah anak muda itu tampak
tegang menanti giliran disiksa. Ia berdiri mematung dengan ekspresi wajah yang
penuh kengerian. Ia menjerit-jerit kesakitan ketika ayahnya sendiri memakan
bagian belakang kepalanya. Ya,
Tuhan!
“Tuhan, cukup!”
Saya tidak tahan lagi melihat semua kengerian itu. Saya menutup mata, tapi
pemandangan itu tak dapat pergi. Seketika itu juga saya merasakan Tuhan menarik
roh saya, sehingga bisa kembali ke tubuh saya. Saya terbangun dengan nafas
terengah-engah. “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil!” seru saya
setelah pengalaman dibawa Tuhan ke neraka yang sangat sangat sangat mengerikan
itu.
Berbulan-bulan
setelah itu, trauma saya melihat neraka tidak segera pulih. Ingatan tentang
neraka itu tidak dapat saya lupakan sama sekali. Ditambah lagi, sekujur tubuh
saya pada sakit. Tulang-tulang saya terasa nyeri, sehingga untuk menggerakkan
badan saja terasa sulit. Sekalipun berusaha melupakan perjalanan ke lembah
penyiksaan itu, namun saya tak dapat tidur tanpa memikirkannya.
Saya tahu, Tuhan
membawa saya ke sana untuk membongkar rahasia pekerjaan iblis yang tak disadari
banyak orang. Saya yakin “emergency call” ini datangnya dari Allah, bukan
peringatan dari manusia. Tuhan mengembalikan roh saya ke tubuh saya dalam
keadaan hidup, karena hanya orang hidup yang dapat berbicara kepada manusia
yang hidup. Orang mati, sekalipun telah melihat dan mengalami neraka, tidak
dapat berbicara kepada orang hidup.
Keseluruhan pesan
ini bukan terletak dan berfokus pada nerakanya. Yang jauh lebih penting, pesan ini mengenai Tuhan Yesus, mengenai
keselamatan di dalam Tuhan Yesus. Karena hanya Tuhan Yesus saja yang sanggup
menyelamatkan manusia dari penghukuman kekal di neraka.
Kisah Para Rasul
4:12 mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di
dalam Yesus Kristus, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
Kisah kesaksian
Philip Mantofa ini diambil dari buku “A Trip To Hell” ditulis oleh Philip
Mantofa bersama Sianne Ribkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar